• woyyy

    woyyyyy

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Al-Quran dan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam


AL-QURAN DAN HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

A.      Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diwahyukan Allah keapada Nabi Muhammad saw. melalui perantara Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur’an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk kesebuah buku/kitab, umat Islam merujuk Al-Qur’an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an disampaikan kepada Nabi Muhmmad saw. melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara 610 hingga wafatnya beliau 632 M. Meskipun Al-Qur’an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskan pada tulang, batu dan dedaunan. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an yang ada pada saat ini sama persis dengan yang disampaikan kepada pengikutnya, yang kemudian menghafalkan dan menulis isi Al-Qur’an tersebut.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian, kedudukan dan fungsi Al-Qur’an?
2.      Apa pengertia, keduduan dan hubungan hadist dengan Al-Qur’an?

C.      Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan pengertian, kedudukan dan fungsi A-Qur’an sebagai sumber hukum Islam,
2.      Menjelaskan pengertian, kedudukan dan hubungan hadist dengan Al-Qur’an dalam sumber Hukum Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Al-Qur’an
1.      Pengertian Al-Qur’an
Secara Etimlogi, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang artiya bacaan atau himpunan. Al-Qur’an berarti bacaan, karena merupakan kitab yang wajib dibaca dan dipelajari, dan hipunan karena merupakan himpunan firman-firman Allah SWT (wahyu). Sedangkan secara terminologi Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman-firman Allah SWT yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada Rasul/Nabi terakhir Nabi Muhammad SAW, yang membacanya adalah ibadah.
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dibacakan secara mutawatir sebaga petunjuk bagi seluruh umat manusia. Terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6666 ayat, 86 surat turun di Mekah (Makiyah) berisi tentang Tauhid dan jihad dan 28 surat turun di Madinah (Madaniyah) bersi tentang undang-undang kemasyarakatan.

2.      Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama bagi umat Islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia denga sesamanya dan manusia dengan alam.

3.      Fungsi Al-Qur’an
a.       Al-Huda (petunjuk)
Al-Qur’an sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

Sebagaimana firman Allah SWT Q.S Fushshilat ayat 44 yang artinya :

“Dan Jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka[1334]. mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".

b.      Al-Furqon (Pemisah)
Al-Qur’an yang membedakan atau memisahkan antara yang hak dan yang batil atau antara yang benar dengan yang salah

c.       Asy-Sifa’( Obat) dan Ar-Rahman (Kasih Sayang)
Al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit hati seperti takabur, serakah, dzolim dan dengki dapat merusak kemanan seseorang dan apabila seseorang telah rusak atau sampai hilang keimanannya, maka manusia itu jahatnya dapat melebihi binatang. Akan tetapi didalam a Al-qur’an telah dijeaskan petunjuk-petunjuk yang bisa menyembuhkan penyakit hati tersebut. Dan Al-quran adalah sebagai rahmat atau bentuk kasih sayang dari Allah bagi  umat manusia.

Sebagaimana firman Allah SWT  Q.S al-Isra' ayat 82 yang artinya :   
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” 

d.      Al-Mau’izah (Nasihat)
Sebagaimana firman Allah SWT Q.S Yunus ayat 57 yang artinya :
 “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” 


B.     Al-Hadits
1.      Pengertian Hadits
Pengertian hadits dapat di artikan menurut dua cara yakni menurut bahasa (etimologis) dan menurut terminologiMenurut Ibn Manzhur, kata hadis berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadits, jamaknya al-ahadits, al-haditsan dan al-hudtsan. Secara etimologis terdiri darbeberpa artiyaitu al-jadid yang berarti baru al-qadid yang artinya dekatdan al-khabar yang artinya kabar atau berita.
Sedangkan pengertian hadits secara terminologis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.
Seperti disebutkan di atas, bahwa definisi ini memuat empat elemen, yaitu perkataan, perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat lain. Secara lebih jelas dari ke empat elemen tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut :
a.       Perkataan
Yang dimaksuddengan perkataanadalahsegalaperkatan yang pernah diucapkan olehNabi Muhammad SAW dalam berbagai bidangseperti bidang syariah, akhlaq,aqidah,pendidikan dan sebagainya.
b.      Perbuatan
Perbuatan adalahpenjelasan-penjelasan praktis Nabi Muhammad SAW terhadap peraturan-peraturan syara’ yang belum jelas tehknik pelaksanaannya. Seperti halnya jumlah rakaatcara mengerjakan haji,caraber zikir dan lain-lain. Perbuatan nabi yang merupakan penjelasan tersebut haruslah diikutidan dipertegas dengan sebuah sandanya.
c.       Taqrir
Taqrir adalah keadaan beliau yang mendiamkan atau tidak mengadakan sanggahan dan reaksi terhadap tindakan atau perilaku para sahabatnya serta menyetuui apa yang dilakukan oleh para sahabatnya itu.


d.      Sifat, keadaandan himmah Rasulullah
Sifat-sifatdankeadaan himmah Nabi Muhammad SAW adalah merupakan komponenHadist yang meliputi :
-          Sifat-sifat Nabi yang digambarkandan ditulikan oleh para sahabatnya dan para ahli sejarah baik mengenai sifat jasmani ataupun moralnya.
-          Silsilah (nasab), nama-nama dan tahun kelahirannya yang ditetapkan oleh para sejarawan.
-          Himmah (keinginan) Nabi untuk melaksanakan suatu hak, seperti kenginan beliau untuk berpuasa setiap tanggal 9 Muharram.
2.      Kedudukan Hadist
Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang ditutunkan oleh Allah Swt. Kitab Al-Qur’an adalah sebagai penyempurna yang diturunkan Allah dari yang pernah diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an dan hadist merupakan sumber pokok jaran islam dan merupakan rujukan umat islam dalam memahai syariat.
Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an menatakan bahwa Pokok-pokoq ajaran Al-Qur’an begitu dnamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yan lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33).
a.       Hadist sebagai sumber hukum kedua Islam
Para ulama juga telah sependapat bahwa setelah Al-Qur’an sebagai landasn utama hukum Islam maka hadis dijadikan landasan kedua. Kenapa demikian, karena sifat ayat dalam Al-Qur’an yang masih bersifat global, dan perlu penalaran yang dalam. Hal penalarannya harus disampingi oleh hadis. Hadist sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, 
3.                    Fungsi hadist
Fungsi hadist terhadap Al-qur’an dapat dipetakan menjadi empat kategori, diantaranya:
a.       Bayan at-tafsir
Menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan musytarak. Fungsi hadis dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih muthlaq, dan memberikan takhshish ayat-ayat yang masih umum.
Di antara contohnya adalah perintah sholat, namun Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana tata cara sholat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajibaan sholat tersebut dijelaskan oleh nabi SAW dengan sabdanya:
صَلُّوْاكَمَارَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي  ( روهالبخاري )
Artinya:
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat” (H.R.Bukhari)
b.      Bayan at-taqrir
Hadis yang berfungsi untuk memperkuat pernyataan atau isi kandungan Al-Qur’an. Salah satu contohnya adalah:

Q.S. al-Baqarah ayat 185
“......karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa......”
  
Ayat di atas di taqrir oleh hadis Nabi SAW, yaitu:

إِذَارَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْاوَإذَارَأيْتُمُوْهُ فَأفطِرُوْا  رواه مسلم عن ابن عم )
Artinya:
“.....apabila kalian melihat (ru’yat) bulan, berpuasalah, begitu pula apabila melihat (ru’yat) bulan itu, berbukalah.....” (H.R. Muslim dari Umar)
c.       Bayan an-nasakh
Sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur’’an yag datang kemudian. Salah satu contoh yang bisa diajukan oleh para ulama adalah sabda Rasul SAW dari Abu Umamah Al-Bahaili,

إِنَّ اللهَ قَدْأعطَى كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصَيْةَ لِوَارِثٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknya (masing-masing). Maka tidak ada wasiat bagi ahli waris. (H.R. Ahmad dan Al-Bar’ah, kecuali An-Nasa’i. Hadis ini dinilai hasan oleh Ahmad dan At-Tirmizi)
Hadis ini menurut mereka men-naskh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180 yang artinya :
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”(Q.S. al-Baqarah: 180)

4.      Hubungannya dengan Al-Qur’an
a.       Hadis menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an
b.      Hadis memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Qu’an yang bersifat global
c.       Hadis membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Al-Qur’an
d.      Hadis memberikan pengecualian terhadap penguasaan Al-Qur’an yang bersifat umum
e.       Hadis menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur’an

Sumber : http://fitrikentos.blogspot.com/2016/11/al-quran-dan-hadis-sebagai-sumber-hukum.html
Share:

Kejujuran Dalam Islam

Kejujuran dalam Islam dan Dalilnya

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan teladan sempurna untuk kita. Beliau memiliki akhlak atau sifat yang begitu mulia. Beberapa sifat mulia yang dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam antara lain amanah dan jujur. Nabi Muhammad dikenal sebagai pribadi yang jujur, bahkan sejak beliau belum diangkat menjadi nabi. 
Jujur, dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah ash shidqu atau shiddiq, memiliki arti nyata atau berkata benar. Artinya, kejujuran merupakan bentuk kesesuaian antara ucapan dan perbuatan atau antara informasi dan kenyataan. Lebih jauh lagi, kejujuran berarti bebas dari kecurangan, mengikuti aturan yang berlaku dan kelurusan hati. 
Ada banyak sekali bentuk kejujuran dalam kehidupan kita sehari-hari. Sejak kecil kita pasti telah diajarkan oleh orang tua kita untuk selalu berbuat jujur dan tidak berbohong. Hal ini tentu sesuai dengan ajaran agama Islam yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi sallam sendiri.

Pandangan Islam tentang Kejujuran

Telah disebutkan sebelumnya, dalam Islam kejujuran dikenal sebagai ash shidqu. Istilah ini juga dijadikan sebagai julukan bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki sifat jujur. Kejujuran, dalam Islam memiliki keutamaan tersendiri dan akan menjadi penyebab datangnya pahala dan rahmat dari Allah. 
Seseorang yang memiliki sifat jujur akan memperoleh kemuliaan dan derajat yang tinggi dari Allah. Hal ini tercermin dalam firman Allah di surat al Ahzab ayat 35 yang artinya, 
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang sidiqin (benar), laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Dari ayat di atas, kita tahu bahwa jujur atau bertindak benar, termasuk dalam salah satu sifat mulia yang mendatangkan ampunan dari Allah. Tentu kita ingin termasuk orang-orang yang diampuni, maka kita pun harus bersikap jujur.
Kejujuran merupakan jalan yang lurus dan penuh keselamatan dari azab di akhirat yang keras. Bahkan, tidak hanya untuk bersikap jujur, Allah juga memerintahkan kita untuk bersama orang-orang yang jujur. Dalam surat at Taubah ayat 119, Allah berfirman, ““Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang sidiqin”. Bersama dengan orang-orang yang jujur diharapkan akan membuat kita untuk terbiasa menjaga kejujuran juga dalam diri kita.
Kebalikan dari sifat jujur adalah sifat khianat atau berbohong. Sifat ini amat dibenci oleh Allah dan termasuk dalam ciri-ciri orang yang munafik. Hal ini diungkapkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, apabila bebicara selalu bohong, jika berjanji menyelisihi, dan jika dipercaya khianat” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Maka, jika kita ingin menjadi umat Islam yang baik dan mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, kita harus selalu bersifat jujur. Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan menunjukkan kepada surga, dan sesungguhnya seorang laki-laki benar-benar telah jujur hingga ia di catat di sisi Allah sebagai orang jujur. Sesungguhnya kebohongan itu menunjukkan kepada kedzaliman. Dan sesungguhnya kedzaliman itu menunjukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seorang laki-laki telah berbuat dusta hingga ia di catat disisi Allah sebagai pendusta”.

Macam-Macam Kejujuran dalam Islam

Kejujuran merupakan tiang utama bagi manusia untuk menegakkan kebenaran dan segala sesuatu yang haq di muka bumi. Allah pun berfirman dalam al Quran surat al Ahzab ayat 70, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar”.
Dalam agama Islam terdapat beberapa macam sifat jujur yang dibedakan berdasarkan penerapan sifat jujur tersebut, sebagai berikut:
  1. Jujur dalam niatnya atau kehendaknya, artinya seseorang terdorong untuk berbuat sesuatu atau bertindak dengan dorongan dari Allah. 
  2. Jujur dalam ucapan, yaitu seseorang yang berkata sesuai dengan apa yang dia ketahui atau terima. Ia tidak berkata apapun, kecuali perkataan tersebut merupakan kejujuran.
  3. Jujur dalam perbuatan, yaitu seseorang yang beramal dengan sungguh-sungguh sesuai dengan apa yang ada dalam batinnya.
  4. Jujur dalam janji, artinya dia selalu menepati janji yang telah diucapkan kepada manusia. dia hanya mengucapkan janji yang dia tahu bisa dia tepati. 
  5. Jujur sesuai kenyataan, yang berarti dia menerapkan kejujuran pada segala hal yang dia alami di hidupnya.
Sebagai manusia yang berharap meraih surga, kita harus berusaha untuk menerapkan kejujuran dalam semua hal di atas. Meskipun penerapannya pasti sungguh sulit, kita harus selalu berusaha untuk menjauhkan diri dari sifat dusta atau khianat. Begitu banyak godaan ataupun cobaan yang mendorong kita untuk berbuat tidak jujur. Namun, kita harus ingat bahwa barang siapa yang mampu mewujudkan sifat jujur dalam segala aspek kehidupannya, maka dia akan tercatat sebagai seorang hamba yang shiddiqin dan kehidupan dunia akan membawanya ke surga di akhirat kelak.
Mewujudkan kejujuran dalam segala aspek kehidupan seperti yang disebutkan di atas secara tidak langsung akan menjauhkan kita dari perbuatan-perbuatan yang dilarang. Misalnya, dia tidak akan bersifat riya’, karena dia jujur dengan niatnya melakukan sesuatu yang hanya mencari ridha Allah. Dia juga akan menjauh dari ghibah atau perbuatan fitnah, karena dia jujur dengan ucapannya yang tidak akan berbohong, apalagi jika menyangkut orang lain. Masih banyak lagi manfaat berbuat jujur yang bisa menyelamatkan kita dari perbuatan yang dosa.

Pahala untuk Orang yang Jujur

Telah kita bahas sejak awal bahwa kejujuran bisa membawa kita ke dalam ampunan Allah subhanahu wa ta’ala. Tentu hal ini merupakan keinginan semua manusia. namun, apakah hanya itu saja balasan bagi orang-orang yang bersifat jujur? Berikut ini akan dibahas janji yang diberi oleh Allah untuk orang-orang yang menjunjung tinggi kejujuran:
  1. Masuk surga
Hal ini tercermin dalam hadis riwayat Muslim, dimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian (berbuat) jujur! Sesungguhnya jujur menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkannya ke Surga. Dan senantiasa seorang (berbuat) jujur dan menjaga kejujurannya hingga ditulis di sisi Allah sebagai Ash-Shiddiq (orang yang jujur)”. 
  1. Dekat dengan para Nabi
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al Quran surat an Nisaa’ ayat 69, “Dan barangsiapa yang mentaati Alloh dan Rosul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh, mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya”.
Hal ini pasti merupakan impian setiap muslim, untuk bisa bersama dengan para nabi, para sahabat dan orang-orang sholeh. Ganjaran ini merupakan kenikmatan karena kita digolongkan sama derajatnya dengan orang-orang yang mulia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
  1. Membuat hati tenang
Tidak hanya ganjaran di akhirat, berbuat jujur ternyata juga akan membawa kenikmatan di dunia. Dengan berbuat jujur, kita akan merasakan hati yang tenang, bebas dari kekhawatiran dan rasa was-was yang tidak perlu.
Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan bohong adalah kecemasan”. Sungguh Allah Maha Pengasih yang telah menganugerahkan ganjaran mulia langsung di dunia untuk orang-orang yang jujur.
  1. Menaikkan derajat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa meminta kepada Allah mati syahid dengan jujur, Allah angkat dia ke tingkatan orang-orang yang syahid”
  1. Mendatangkan berkah
Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penjual dan pembeli (memiliki) pilihan sebelum mereka berdua berpisah, jika berdua berkata jujur dan menjelaskan (kekurangannya) maka diberkahi jual beli mereka. Dan jika berdua menyembunyikan (kekurangan) dan berbohong maka dihapus keberkahan jual beli mereka berdua”.

Sumber : https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/kejujuran-dalam-islam
Share:

AKU SELALU DEKAT DENGAN ALLAH SWT.

BAB 1 : AKU SELALU DEKAT DENGAN ALLAH SWT.


A. Memahami Makna al-Asmā’u al-Ĥusnā: al-Karīm, al-Mu’min, al-Wakil, alMatin, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir.) 

1. Pengertian al-Asmā’u al-Ĥusnā 
Al-Asmā’u al-Ĥusnā terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang berarti nama-nama, dan ĥusna yang berarti baik atau indah. Jadi, al-Asmā’u al- Ĥusnā dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata al-Asmā’u al- Ĥusnā diambil dari ayat al-Qur’ān Q.S. Ţāhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki al-Asmā’u al-Ĥusnā (nama-nama baik).“

2. Dalil tentang al-Asmā’u al-Husnā
a. Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180



 



Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) namanama- Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al A’rāf/7:180).

B. Memahami makna al-Asmā’u al-Husnā: al-Karim, al-Mu’min, al-Wakil, al- Matin, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir. 

1. Al-Karim
Secara bahasa, al-Karim mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan atau Yang Maha Pemurah. Secara istilah, al-Karim diartikan bahwa Allah Swt. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua makhluk-Nya.
Al-Karim dimaknai Maha Pemberi karena Allah Swt. senantiasa memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya. Manusia tidak boleh berputus asa dari kedermawanan Allah Swt.
Al-Karim juga dimaknai Yang Maha Pemberi Maaf karena Allah Swt. memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban kepada Allah Swt., kemudian hamba itu mau bertaubat kepada Allah Swt.
Penerapan prilaku mulia sebagai bentuk keimanan kita terhadap al—asma’ul husna al-karim yakni:
1. Menjadi orang yang dermawan
Sifat dermawan adalah sifat Allah Swt. al-Karim (Maha Pemurah) sehingga sebagai wujud keimanan tersebut, kita harus menjadi orang yang pandai membagi kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk harta atau bukan. Wujud kedermawanan tersebut misalnya seperti berikut.
a. Selalu menyisihkan uang jajan untuk kotak amal setiap hari Jum’at yang diedarkan oleh petugas Rohis.
b. Membantu teman yang sedang dalam kesulitan.
c. Menjamu tamu yang datang ke rumah sesuai dengan kemampuan.

2. Al-Mu’min
Al-Mu’min secara bahasa berasal dari kata amina yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Allah Swt. al-Mu’m³n artinya Dia Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya.
Mengamalkan dan meneladani al-Asmā’u al-husnā al-Mu’min, artinya bahwa seorang yang beriman harus menjadikan orang yang ada di sekelilingnya aman dari gangguan lidah dan tangannya.
Penerapan prilaku mulia :
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt al-Mu’min adalah seperti berikut.
a. Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau ketakutan.
b. Menyingkirkan duri, paku, atau benda lain yang ada di jalan yang dapatmembahayakan pengguna jalan.
c. Membantu orang tua atau anak-anak yang akan menyeberangi jalam raya.

3. Al-Wakil
Kata “al-Wakil” mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-Wakil (Yang Maha Mewakili atau Pemelihara), yaitu Allah Swt. yang memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.
Menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah Swt. Melahirkan sikap tawakkal. Hamba al-Wakil adalah yang bertawakkal kepada Allah Swt. Ketika hamba tersebut telah melihat “tangan” Allah Swt. dalam sebab-sebab dan alasan segala sesuatu, dia menyerahkan seluruh hidupnya di tangan al-Wakil.
Penerapan prilaku mulia :
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt. al-Wakil dapat berupa hal-hal berikut.
a. Menjadi pribadi yang mandiri, melakukan pekerjaan tanpa harus merepotkan orang lain.
b. Bekerja/belajar dengan sunguh-sungguh karena Allah Swt. tidak akan mengubah nasib seseorang yang tidak mau berusaha. Senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt.

4. Al-Matin
Al-Matin artinya Mahakukuh. Allah Swt. adalah Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya. Allah Swt. juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya.
Perwujudan meneladani dari sifat Allah Swt. al-Mat³n dapat berupa hal-hal berikut.
a. Tidak mudah terpengaruh oleh rayuan atau ajakan orang lain untuk melakukan perbuatan tercela.
b. Kuat dan sabar dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan yang dihadapi.

5. Al-Jāmi’
Al-Jāmi’ secara bahasa artinya Yang Maha Mengumpulkan/Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan/Menghimpun segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah Swt. Maha Mengumpulkan apa yang dikehendaki-Nya dan di mana pun Allah Swt. berkehendak.
Pewujudan meneladani sifat Allah Swt. al-Jāmi’ di antaranya seperti berikut.
a. Mempersatukan orang-orang yang sedang berselisih.
b. Rajin melaksanakan śalat bejama’ah.
c. Hidup bermasyarakat agar dapat memberikan manfaat kepada orang lain

6. Al-‘Adl
Al-‘Adl artinya Mahaadil. Keadilan Allah Swt. bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apa pun dan oleh siapa pun. Keadilan Allah Swt. juga didasari dengan ilmu Allah Swt. yang MahaLuas. Sehingga tidak mungkin keputusan- Nya itu salah.
Perwujudan meneladani sifat Allah Swt. al-‘Adl misalnya seperti berikut.
a. Tidak memihak atau membela orang yang bersalah, meskipun ia saudara atau teman kita.
b. Menjaga diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar dari kezaliman.

7. Al-Ākhir
Al-Ākhir artinya Yang Mahaakhir yang tidak ada sesuatu pun setelah Allah Swt. Dia Mahakekal tatkala semua makhluk hancur, Mahakekal dengan kekekalan-Nya.
Orang yang mengesakan al-Ākhir akan menjadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain- Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan segala kesudahan  tertuju hanya kepada-Nya.
Meneladani sifat Allah Swt. al-Ākhir adalah dengan cara seperti berikut.
a. Selalu melaksanakan perintah Allah Swt. seperti: śalat lima waktu, patuh dan hormat kepada orang tua dan guru, puasa, dan kewajiban lainnya.
b. Meninggalkan dan menjauhi semua larangan Allah Swt. seperti: mencuri, minum-minuman keras, berjudi, pergaulan bebas, melawan orang tua, dan larangan lainnya


sumber:http://firmananhar.blogspot.com/2017/09/rangkuman-bab-i-pai-kelas-x-k13.html

Share:

waktu

animasi  bergerak gif
animasi-bergerak-beruang-kutub-0014

Popular Posts

Powered by Blogger.

Popular Posts

Contact Us

Name

Email *

Message *

Search This Blog

Labels

Label Cloud

Featured

About Us

We present Woop a creative magazine templates for bloggers who love to blog on food, fashion, travel and for personal blog.

Recent Posts

Labels

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.